Orang Tua Dan Anak Dapat Membuat Aturan Bersama

Bermain Tebak-Tebakan

Walaupun terlihat sederhana, namun siapa sangka jika bermain tebak-tebakan dengan balita ternyata juga punya banyak manfaat baik. Selain mudah dilakukan, permainan anak ini juga dapat melatih anak untuk berpikir kritis dan menambah pengetahuan kosa katanya. Dengan bermain tebak-tebakan, Anda tidak hanya bisa menghabiskan waktu bermain tapi juga belajar bersama.

Mainan anak usia balita biasanya dapat mengeluarkan suara atau bunyi-bunyian seperti boneka, robot-robotan atau sejenisnya. Anda bisa bermain bersama anak dengan cara menyembunyikan mainan tersebut dalam keadaan berbunyi untuk kemudian mintalah anak mencarinya. Ketika ia berhasil menemukannya, berikan apresiasi pada usahanya dengan bertepuk tangan.

Menambah Kedekatan Antara Orang Tua dan Anak

Dengan Anda meluangkan waktu bergabung dengan permainan anak, hubungan Anda dengan si kecil akan semakin dekat. Anak akan merasa nyaman bersama Anda sehingga ia pun akan mencurahkan perasaan dan apa yang ia pikirkan pada Anda. Hal ini tentu akan menambah kedekatan emosi lebih antar keduanya.

Informasi Cikal Support Center

Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut :+62 811-1051-1178

Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal

Narasumber : Efika Fiona Gultom M. Psi., Psikolog, Psikolog Klinis dan Konselor SMP dan SMA Cikal Amri Setu

Editor : Salsabila Fitriana

Penulis : Rahma Yulia

Dilema hubungan Orang Tua dan Anak

U.P. Danny Liangga, S.Kom., M.Pd., DMd

Kehidupan manusia sangatlah kompleks dan tidak jarang muncul permasalahan dari proses kehidupan yang terjadi setiap harinya. Salah satu permasalahan yang dapat terjadi adalah hubungan antara orangtua dan anak di rumah.

Permasalahan yang satu ini cukup pelik, sebab permasalahan ini tidak secara gamblang dapat terlihat dan diketahui sampai orang yang bersangkutan ingin menceritakannya. Beruntung jika orang tersebut menceritakannya, sehingga ada peluang untuk selesainya masalah tersebut dengan diberikan bimbingan dan konseling. Namun masih kita temukan orang-orang yang enggan menyampaikan masalah yang berkaitan dengan hal ini dan memilih untuk menyimpannya sendiri atau bahkan menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri. Permasalahannya tentu apakah hal itu akan selesai dengan baik-baik atau tidak.Jalan menuju selesainya dilema hubungan orang tua dan anak ini telah ada di dalam ajaran Buddha, hanya perlu menyesuaikan penyampaiannya kepada orang yang bermasalah tersebut agar dapat ia pahami dan mengerti, sehingga ia dapat mengambil tindakan yang tepat untuk menyelesaikannya.   Beruntung jika bisa diselesaikan dengan baik di kehidupan ini dan akan tidak beruntung jika orang itu menyelesaikannya dengan tidak baik dalam kehidupan ini, sebab dalam agama Buddha dipercayai adanya suatu proses kelahiran kembali (Punarbhava).  Kita meyakini bahwa proses kelahiran kembali sangat ditentukan oleh karma, karena setiap perbuatan yang dilandasi kehendak akan membuahkan hasil atau akibat. Perbuatan baik, akan berbuah baik dan menghasilkan jodoh baik sedangkan perbuatan buruk akan berbuah buruk dan menghasilkan jodoh yang tidak sesuai.

Hal itulah yang menjadi penyebab kita berjodoh dengan orang-orang yang ada bersama kita saat ini, salah satunya adalah sebagai orang tua ataupun anak kita. Tantangannya adalah bagaimana menyelesaikan jodoh yang tidak sesuai agar menjadi sesuai?Dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara orang tua dan anak, tidak boleh mencari dan menuduh siapa yang benar dan siapa yang salah. Karena saat mencari siapa benar dan siapa salah, akan mulai timbul kebencian yang amat halus di dalam batin seseorang.  Ragam masalah orang tua dan anak tentu sangat kompleks, hal ini juga dipicu karena adanya komunikasi yang tidak terjalin dengan baik, perbedaan pola pikir orang tua dan anak yang amat jauh dari segi usia, kurangnya mendapat pengertian yang benar dan masih banyak lagi.  Wajar, bahkan sangat wajar sekali akan timbul gesekan dari hal-hal seperti itu dan itulah kenyataan yang terjadi di masyarakat.

Dari masalah perbedaan pola pikir saja sudah akan timbul banyak masalah, seperti orang tua meyakini bahwa anaknya perlu pulang lebih cepat ke rumah agar tidak terjadi hal-hal buruk, sedangkan anaknya merasa bahwa ada banyak keseruan di luar dan mereka masih perlu menikmatinya sampai puas hingga pulang larut malam. Tentu ada alasan orang tua memiliki pola pikir demikian yang dikarenakan didikan masa kecil, pengalaman hidup dan sebagainya serta masih banyak lagi ragam sebab timbulnya permasalahan dalam hal ini.Ajaran Buddha menawarkan jalan menuju selesainya permasalahan tersebut. Semua orang tua tentu mengharapkan anak yang terbaik hadir dalam kehidupannya dan semua anak mengharapkan memiliki orang tua yang terbaik. Namun sekali lagi, suka ataupun tidak suka kita kepada orang tua atau anak kita, ini semua adalah hasil jodoh pada kehidupan lampau, maka pada kehidupan ini secara alami kita akan menyukai ataupun tidak menyukai mereka.

Orang tua yang mengharapkan anak yang baik tentu akan berupaya agar anaknya sejak lahir terus mendapatkan yang terbaik darinya, diantaranya seperti diberi kasih sayang, diberikan pengertian yang baik, dijauhkan dari tontonan kekerasan atau yang tidak pantas ia tonton, dijaga pergaulannya, diajarkan cara berbakti, diajarkan mandiri, sopan santun serta etika. Sehingga anak ini kelak akan bersikap pantas dan tidak menyusahkan orang tuanya.  Menurut pendapat yang dikemukakan oleh seorang ahli bernama Djaali (2015:128) menyatakan “Kebiasaan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis’’.  Dengan demikian peran orang tua untuk mendapatkan sikap anak yang sesuai, dapat tercapai jika ada program-program baik yang ditanamkan kepada anak itu sejak usia dini.  Sebab kita tidak dapat secara pasrah mengikuti jalan hidup kita begitu saja, artinya ada pemikiran bahwa “Yah, beginilah hidup saya, beginilah anak saya, mau bagaimana lagi?”  Harus diingat bahwa hidup ini adalah sebab dan akibat, jika anda tidak berusaha menciptakan sebab-sebab agar anak anda dapat mandiri dan bersikap baik, maka akibatnya tidak pernah akan terjadi. Kebiasaan itu datang dari proses belajar secara berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis.Anda ingin anak yang berkebiasaan baik?  Latih dan tanamkan sejak usia dini. Kewajiban orang tua terhadap anak untuk mendidik dan melatih mereka agar menjadi anak yang baik, mengerti sopan satun, tahu etika dan moral serta bisa mandiri, tentu sesuai dengan yang terdapat pada Sigalovada sutta (Digha Nikaya III:189), seperti poin yang berkaitan dengan mencegah anak berbuat jahat, menganjurkan anak berbuat baik & memberikan pendidikan profesional kepada anak.Dari sisi seorang anak memahami orang tua juga muncul banyak sekali dilema. Sebagai seorang pendidik, saya banyak sekali menemui murid-murid sekolah yang datang untuk mencurahkan keluh kesah mereka tentang permasalahannya dengan orang tua mereka di rumah.   Dari hal ini saya menyadari sangat penting peran kita untuk memberikan pengertian yang benar kepada anak-anak terhadap orang tua mereka. Tentu saat mendengar keluh kesah mereka, saya tidak membuat mereka berpikir bahwa semua adalah salah orang tua, tetapi mengajak mereka untuk dapat melihat kebenaran, melihat kenyataan bahwa mereka memang tengah berjodoh dengan orang tua yang demikian dan ini harus dapat mereka terima terlebih dahulu sebagai langkah awalnya.Murid-murid yang datang konseling dengan saya harus saya damaikan dan teduhkan dahulu perasaan mereka, hingga kemudian saat sudah terkendali, dapat mulai saya sisipkan nilai-nilai ajaran Buddha yang dapat mereka praktikkan.  Banyak anak-anak yang terfokus ingin segera merubah orang tua mereka, ingin memiliki orang tua sesuai harapan mereka, sehingga langkah awal yang saya berikan adalah saya ingin agar mereka pertama kali menyadari bahwa mereka mendapat orang tua yang demikian, berjodoh dengan orang tua yang demikian dan hal ini tidak dapat dipungkiri, inilah kenyataannya.  Setelah murid itu mulai dapat menerima kenyataan, kita mulai dapat menyisipkan langkah-langkah yang dapat mereka lakukan kepada orang tuanya.Seyogianya memang akan sulit jika anak-anak berusaha mengubah orang tua mereka, atau bahkan untuk sekedar memberi nasehat kepada orang tuanya, apalagi kepada orang tua yang pada dasarnya tidak mendalami ajaran Buddha. Berjodoh lahir sebagai anak dari orang tua tertentu adalah buah karma masa lampau yang diwarisi, baik atau buruk itu pula yang harus diterima.  Tentu ada hutang-hutang masa lampau yang harus dilunasi dan ada buah tindakan-tindakan masa lampau yang buruk sehingga harus kembali berjumpa dan melunasinya.

Cara yang dapat dilakukan anak-anak yang berjodoh dengan orang tua yang dirasa kurang sesuai dengannya adalah dengan berbuat banyak kebajikan, membaca paritta, melafal nama Buddha dan kemudian melimpahkannya kepada orang tua dengan harapan agar terjadi kesesuaian, keharmonisan dalam menjalin hubungan antara orang tua dan anak.  Sebab sangat perlu adanya pemurnian diri seseorang dari hal-hal buruk salah satunya adalah dengan metode melafal nama Buddha dan mantra seperti yang disampaikan oleh Yang Arya Shantideva seorang cendekiawan Buddhis yang berasal dari India pada abad ke-8, memaparkan daftar enam perbuatan spesifik untuk memurnikan karma buruk, diantaranya adalah melafalkan nama Tathagatha (Buddha) dan melafalkan mantra atau dharani.   Kuncinya, perlu disampaikan kepada mereka bahwa jangan menyelesaikan masalah dengan masalah, misalnya jika ada orang tua yang marah-marah janganlah dibalas dengan marah-marah juga, karena itu akan semakin membuat permasalahan menjadi rumit dan sulit.

Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua orang tua telah mengenal ajaran Buddha dengan baik, oleh karena itu sebagai anak yang telah mengenal ajaran Buddha, perlu dapat memahami dan mendalami ajaran Buddha yang menuntun kepada perdamaian dan dapat menyelesaikan masalah dengan bijaksana. Sehingga mereka tidak menyelesaikan masalah secara keliru, yang keluar dari kebijaksanaan.  Watak keras orang tua harus dihadapi dengan kesabaran, cinta kasih, dan berusaha mengikis jodoh buruknya dengan pelimpahan jasa setelah melakukan kebajikan.  Hal ini pasti akan memperlihatkan hasil yang baik suatu hari nanti.  Ini telah penulis lakukan dan alami sendiri sebagai seorang praktisi dan pendidik agama Buddha. Tapi harus diakui, perlu kesabaran dan ada banyak tantangan. Oleh karena itu penulis merasa sangat penting untuk menyampaikan persoalan ini melalui tulisan, yang ditujukan kepada orang tua dan anak.

Dan sekali lagi penulis tekankan, bahwa ini bukan tentang mencari siapa yang benar dan salah, melainkan untuk melihat kenyataan dan bagaimana agar bisa lebih baik lagi ke depannya. Harapan penulis dengan artikel ini, dapat membantu hubungan orang tua dan anak yang tadinya tidak baik menjadi baik, yang tadinya tidak harmonis menjadi harmonis, yang tadinya tidak bersatu menjadi bersatu.

Semoga Dharma dan kebaikan serta kebahagiaan akan menyebar ke seluruh penjuru.  Semoga keberkahan ada pada kita semua dan semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Djaali, 2015, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Digha Nikaya (III:189)

Usia Balita adalah masa di mana anak tumbuh dengan pesat dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Karena itulah momen orang tua bermain bersamanya menjadi sangat penting untuk membentuk anak menjadi pribadi yang cerdas dan aktif. Salah satunya adalah menyediakan permainan anak yang sesuai.

Di era modern ini, anak-anak sedari kecil memang sudah mulai pandai mengoperasikan gawai. Bahkan sebagian orang tua ada yang lebih senang melihat anaknya duduk diam bermain gawai daripada rewel mengajak bermain. Padahal bermain bersama anak bisa bisa memberi banyak manfaat, bukan hanya bagi anak tapi juga orang tua.

Mengembangkan Karakter Anak

Ketika anak berperan sebagai subjek dalam permainan, hal ini akan mendukung ia untuk lebih berani tampil dan menyampaikan pikirannya. Anak juga akan jadi terdorong untuk mencoba memecahkan masalah yang dihadapi selama bermain. Biarkan anak bebas menyampaikan apa yang ada dipikirannya untuk membantu mengembangkan karakter anak lebih percaya diri dan berani.

Manfaat Orang Tua Bermain Bersama Anak

Waktu bermain bersama anak harusnya menjadi waktu yang menyenangkan dan juga bermanfaat bagi orang tua dan anak. Itulah mengapa para orang tua sebaiknya jangan terlalu sering membiarkan anak bermain sendirian apalagi memegang gadget terlalu lama. Setidaknya, selalu usahakan Anda bisa menemaninya bermain permainan yang membuatnya senang. Sebab hal ini ternyata dapat memberi banyak manfaat bagi anak dan orang tua, seperti berikut ini:

Bermain Mobil-Mobilan

Anak-anak sangat menyukai mainan ini, terutama anak laki-laki. Untuk bermain permainan ini, Anda hanya mobil-mobilan saja. Sementara cara mainnya, Anda bisa mendudukkan si kecil berhadapan dengan Anda. Lalu arahkan mobil-mobilan pada anak dan minta ia mengarahkannya kembali pada Anda. Bermain mobil-mobilan akan mengajari anak konsep untuk berbagi dan bergantian.

Bermain peran tidak hanya menyenangkan untuk dilakukan. Disamping kita bisa melihat tingkah lucu anak, bermain peran juga dapat meningkatkan skill kognitif anak baik dalam menerima maupun memberi informasi. Anda bisa mengajaknya bermain peran menjadi guru, dokter, chef, atau penyanyi. Dalam permainan anak ini Anda bisa sekaligus mengenalkan ia dengan berbagai profesi.

Meski permainan ini terkesan klasik, bermain petak umpet ternyata bagus untuk meningkatkan beberapa aspek psikologi pada otak balita. Permainan yang satu ini akan membuat imajinasi dan intuisi anak berkembang serta melatih fokusnya. Untuk bermain, mintalah anak mencari Anda sembari Anda bersembunyi.

%PDF-1.5 %µµµµ 1 0 obj <>>> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <>/Font<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/Annots[ 19 0 R 22 0 R] /MediaBox[ 0 0 595.4 841.6] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>> endobj 4 0 obj <> stream xœÍksÜ6î»güôqÕ±e‘zg:ž:¯kÒKš‡{77I?ÈYÇëØÞÝnV—ËýÜþ’Ão‰ë͵7síx#‘ € €ÔÉÙf{ý±ÿ°M¾ÿþäl»í?,.çÉ»“óÕúדó¯ëË“WýÕõ²ß^¯–§§ÉÃÇ�’ßš*k«$‡ÿË6+«DVY•4UŽ­îNžÝõW—Uòx•¼>ÔæYÓШw³'éq5{„?Ï҆ߒô¸œ=O»Ù*=ngCzÜÌ6зL…˜õØt›V³i­ã@ð*=®g—iË}s컆>óp3ш%"¡!HÊgøCÔu—Üu– éÌrƒ?I*ÊÙ/Ø‹ƒ®õ ‚Œ?ØDد#’)™…/™˜«Vdõ~ Zàu�­+p¢o£8üš*ZiLgE]$¤rKk±QÍ kÓR¡4FšlnVÛ r@ˆ­Øï[ó#”3Aþ Wa¥Û3lÊñMà�£Ÿ—©(6ã61 |[›®ËšÂb”’ $Ðr ¡�póÃ4ÂìN«rß V"«ôj£Üßâ”ôó26²h³‡šZßv4V:)h¾�ß™¾Z°< O¶Ymº™˜2²Ÿâ.¬ˆ¡ uBi’“W¨./={œäJ%‡¥¯ÝyAJ(ªLh%ü)¦°¢$åvaW1X)F°Ë(lKæÂ~ŽM9¢74b[æYà]GaÛÞ¨á‚ò‡ô¾‰ÁÖ2{’[·YáƒÞÆ@›Ö> Ú… QÙ¶%†y.h,‘íˆÖ¨´:‘u>èYlÍGlÅt¦È»kL…¨CЛ¨,³=• �# Ìc E�‰bObËb•¸‚NîInkÀþƒ­+Š4]ØM4*#¼QÞÀ�†°QÞÚzDÃU4ú*F°Q9t5Ej.l,ª+ój$ß!ι©ö“C)óìN.BîïR²-PÁsaѽÀ z€ügYrñΛ®1pú8 zŠ¤õ0sž×6�QíîF°;¹‘÷pS4¸sÔmcCßgÀò€ÿ¾ä¤MÔÛÖÄã-2µí—˜î�AOYt÷×*¾‡ç¿àã* ‹a…°Û¸ž6¨O°¯ç5lœÀ%Çv<ÔØ&E#v £p„a]6º–º)²j*èðý°AQFŸC)�ˆ’‡õÕ#͜Ѐ’ìºÆÝÃxQŸUç.ìN¦KOª‘@€VƒTš áû>Ï‹üô¸‚ËþžÖú±9•

(Membandingkan anak sering diniatkan untuk memotivasi, padahal memberi efek negatif tanpa disadari. Dok. Cikal)

Apa sebetulnya penyebab orang tua membandingkan anak dan dampak negatif dari membandingkan anak secara jangka panjang? Simak lebih lengkapnya berikut ini!

Baca juga :4 Cara Sekolah Cikal Menjaga Kesehatan Mental Anak Sejak Dini

Melatih Kemampuan Berkomunikasi Anak

Saat bermain bersama, otomatis Anda dan si kecil akan melakukan komunikasi dua arah. Anak akan berusaha mengekspresikan apa yang ia pikirkan dan Anda akan berusaha menanggapinya. Dalam hal ini, anak bisa bermain sekaligus juga belajar berbicara dengan Anda. Anda bisa melatih kemampuannya bicara dengan mengajarkan satu per satu kata dan ia akan coba menirukannya. Cara ini terbukti sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi verbal anak di masa pertumbuhannya terutama pada usia balita.

Dampak Negatif Membandingkan Anak dengan Anak Lain

Efika menjelaskan beberapa dampak yang muncul secara psikologis pada anak yang sering dibandingkan, antara lain menurunkan rasa percaya diri anak, membuat anak menarik dir dari interaksi sosial, hingga menimbulkan persaingan antar saudara.

“Anak yang sering dibanding-bandingkan dapat mengalami berbagai dampak psikologis. Misalnya, mereka mungkin merasa tidak cukup baik, yang bisa menimbulkan stres dan kecemasan. Hal ini juga bisa mengurangi rasa harga diri dan keyakinan mereka pada kemampuan sendiri. Jika perbandingan ini terus-menerus terjadi, anak mungkin cenderung menarik diri dari interaksi sosial dan bahkan dari orang tua mereka. Selain itu, hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya persaingan antar saudara kandung.” imbuh Efika.(*)

Baca juga : Orang Tua, Pahami Bentuk Bercanda dengan Anak Secara Tepat dan Tidak!

Teori dan Penyebab Orang Tua Membandingkan Anak

Sebelum membahas dampak, mari bahas mengenai faktor pendorong yang membuat orang tua membandingkan anak. Sebagai Psikolog, Efika menjelaskan bahwa terdapat 2 perspektif yang dapat menjelaskan fenomena membandingkan anak dalam pengasuhani, yaitu social comparison theory & expectancy value theory.

“Penyebab umum kecenderungan orang tua membandingkan anaknya, dapat dilihat dari 2 perspektif, yaitu social comparison theory; teori ini menjelaskan bahwa orang tua secara alami membandingkan kemampuan dan pencapaian anak untuk memastikan mereka berkembang sebagaimana mestinya. Kemudian expectancy value theory, yang menggambarkan bagaimana harapan orang tua terhadap anak dapat mendorong mereka membandingkan satu anak dengan yang lain berdasarkan sejauh mana mereka memenuhi ekspektasi tersebut.” jelas Efika.

Sementara itu, seringkali orang tua membandingkan anak untuk memotivasi, yang padahal berdampak negatif pada anak.

“Tidak jarang orang tua juga menyampaikan cenderung membandingkan anaknya dengan tujuan untuk memotivasi anaknya. Namun hal ini sebenarnya seringkali justru memberikan dampak yang kurang baik terhadap anak.” kata Efika.

Baca juga :Orang tua, Inilah Waktu dan Alasan Tepat Tumbuhkan Kemandirian Anak